Meneladani Perjuangan dan Refleksi Hari Pahlawan untuk Generasi Muslimah


Oleh Dr. Oneng Nurul Bariyah, M.Ag*

PERINGATAN hari Pahlawan tanggal 10 November sebuah momen yang bertujuan untuk mengenang jasa para pahlawan yang berkorban demi kemerdekaan bangsa Indonesia. Kemerdekaan bangsa Indonesia bukan pemberian dari penjajah melainkan perjuangan dan pengorbanan darah para pejuang. Mereka mengorbankan jiwa raga dan nyawanya demi kemerdekaan bangsa.

Berjuang melawan penjajah bagi seorang muslim merupakan perbuatan mulia karena melawan kezaliman serta mempertahankan agama , karena penjajahan menimbulkan kesengsaraan, keterbelakangan, bahkan jauh dari Upaya Pembangunan Masyarakat yang agamis.

Oleh karena itu, para pjuang bersungguh-sungguh melawan penindasan sebagai bentuk dari jihad . Hal tersebut mengacu pada hadis Nabi Muhammad saw. sebagaimana tertuang dalam sebuah hadis yang berbunyi:

أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، حَدَّثَهُ قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «‌مُؤْمِنٌ ‌يُجَاهِدُ ‌فِي ‌سَبِيلِ ‌اللَّهِ ‌بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ»، قَالُوا: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: «مُؤْمِنٌ فِي شِعْبٍ مِنَ الشِّعَابِ يَتَّقِي اللَّهَ، وَيَدَعُ النَّاسَ مِنْ شَرِّهِ) رواه البخارى)

"‌‌Ya Rasulullah, Siapakah manusia yang paling utama? Rasulullah bersabda: “(Orang yang paling utama) adalah seorang mukmin yang berjihad dengan jiwa dan hartanya untuk sabilillah. Mereka (sahabat) bertanya;” Kemudian siapa lagi orang yang utama itu? Rasululullah menjawab;”Seorang mukmin yang berada di sebuah kawasan (masyarakat) dalam keadaan bertakwa kepada Allah serta meninggalkan keburukan manusia." (HR al-Bukhari)

Oleh karena itu, berjuang melawan penjajah sebagai salah satu upaya menggapai kemuliaan dan keutamaan. Karena itu, kita bisa mengetahui para pejuang yang melakukan perlawanan sengit seperti Pangeran Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanudin, Jenderal Sudirman, para pejuang Indonesia yang menginginkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Selain itu, para pejuang Muslimah pun tidak ketinggalan turut dalam perjuangan melawan penjajah.

Tokoh Tokoh Pahlawan Wanita Islam


Beberapa pejuang Muslimah Indonesia yang turut dalam perjuangan melawan penjajah antara lain: Sultanah Nahrasiyah seorang penguasa Kesultanan Samudera Pasai (1405 – 1428 M), beliau perempuan pertama di Asia Tenggara yang memerintah sebagai raja. Ada juga Cut Nyak Meutia, perempuan Aceh kelahiran Perlak, tahun 1870, yang memimpin perjuangan melawan Belanda, bersama suaminya, Teuku Cik Tunong, menyerang patroli-patroli Belanda di pedalaman Aceh.

Berikutnya ada Cut Nyak Dien pejuang gigih bersama pasukan Aceh melawan Belanda. Kemudian, ada Raden Adjeng Kartini seorang perempuan yang memperjuangkan pendidikan untuk wanita di Indonesia dengan bukunya yang terkenal “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Buku ini sebagai ungkapan spiritual RA Kartini setelah mendengarkan tafsir al-Fatihah dari Kyai Sholeh Darat dan mendorongnya meminta Kyai Sholeh Darat menulis tafsir al-Quran dalam Bahasa Jawa sehingga terlahir  tafsir pertama di Nusantara dalam Bahasa Jawa  yang diberi nama Kitab Faidhur-Rohman.

Berikutnya ada sosok Hajjah Rangkayo Rasuna Said pahlawan asal Maninjau, Agam, Sumatra Barat sebagai sosok pahlawan wanita berhijab yang berperan di bidang pendidikan dan perjuangan hak-hak anak. Pada tahun 1926 ia bergabung dengan Sarekat Rakyat, organisasi akar dari Sarekat Dagang Islam (SDI).

Lalu, pada 1930 Rasuna Said bergabung dengan Persatuan Muslimin Indonesia (PMI atau Permi). Setelah Permi bubar pada 1937, Rasuna Said hijrah ke Medan dan mendirikan sekolah bernama Perguruan Puteri serta memimpin redaksi majalah Menara Poetri.

Tokoh wanita berikutnya adalah Laksamana Malahayati, pejuang asal Kesultanan Aceh yang lahir tahun 1550. Dia perempuan tangguh yang memimpin 2.000 orang pasukan Inong Balee (janda-janda pahlawan yang telah syahid) berperang melawan Belanda dan berhasil membunuh Cornelis de Houtman pada tanggal 11 September 1599.

Nama tokoh lainnya ada Sultanah Safiatuddin, pemimpin wanita pertama pada Kesultan Aceh Darussalam. Sultanah membuka berbagai macam bentuk strategi pemerintahan dan sukses selama pemimpinannya. Lalu ada Dewi Sartika, pahlawan wanita asal Jawa Barat yang berjuang di bidang pemberdayaan perempuan dan pendidikan.

Pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika mendirikan sebuah sekolah bernama Sekolah Istri. Pada 1910, sekolah tersebut berganti nama menjadi Sekolah Keutamaan Istri.

Pejuang wanita dari daerah ada Andi Depu Maraddia Balanipa pahlawan berjilbab asal Tinambung, Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Dia merupakan seorang pejuang yang memimpin pasukan melawan Belanda dan Jepang pada 1946.

Pada 1943, ia ikut merintis Fujinkai di Mandar sebagai organisasi gerakan Wanita dan sergap menyebarkan berita proklamasi ke seluruh wilayah Mandar saat  Indonesia baru saja merdeka pada 1945.

Berikutnya, ada Siti Manggopoh, pahlawan wanita berhijab asal dari Manggopoh, Agam, Sumatra Barat  ikut berjuang di medan perang bersama suaminya. Karena keberaniannya dijuluki sebagai Singa Betina dari Manggopoh.

Lalu ada sosok Nyi Ageng Serang yang bernama asli Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi kelahiran tahun 1752. Dia adalah salah satu keturunan Sunan Kalijaga. Nyi Ageng Serang putri Pangeran Natapraja ikut melawan penjajah bersama ayah dan kakaknya, Kyai Ageng Serang. Nyi Ageng Serang tetap memimpin pasukan di usia 73 tahun setelah ayah dan kakaknya wafat.

Tokoh lainnya adalah Opu Daeng Risadju, pahlawan wanita asal Sulawesi Selatan. Pada periode 1880-1962, Risadju menjadi anggota Partai Syarekat Islam Indonesia (PSII) cabang Parepare. Selama itu juga ia dengan giat menyebarkan propaganda tentang Islam. Peran aktifnya di partai itu membuat Risadju ditangkap dan dipenjara selama 14 bulan oleh pemerintah kolonial.

Berikutnya, ada Nyai Ahmad Dahlan yang bernama Siti Walidah atau dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan putri Kyai Penghulu Haji Muhammad Fadhil. Nyai Walidah menaruh perhatian besar terhadap buruh perempuan di bawah pemerintahan Hindia Belanda, terutama di unit usaha batik Kauman.

Nyai Ahmad Dahlan berjuang di bidang pendidikan dan hak-hak perempuan menyediakan asrama untuk perempuan pekerja batik di Kauman. Disamping ikut berjuang dengan suaminya KH Ahamd Dahlan dalam membentuk organisasi Muhammadiyah.

Nyai Ahmad Dahlan mendirikan perkumpulan Sopo Tresno pada tahun 1914 dengan menggalakkan pengajaran agama dan pemberdayaan bagi kaum perempuan dari segala usia dan status sosial. Gerakan pendidikan lewat Sopo Tresno merupakan cikal bakal berdirinya ‘Aisyiyah pada 19 Mei 1917.

Tokoh berikutnya adalah Rohana Kudus, seorang wartawan perempuan pertama Indonesia berasal dari Koto Gadang, Kabupaten Agam. Rohana berjuang demi nasib para perempuan dengan mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia serta terus  memperjuangkan hak yang sama atas pendidikan bagi perempuan. Salah satu upayanya adalah mengirim surat kepada Datuk Sutan Maharadja, pemimpin redaksi Oetoesan Melajoe.

Lalu ada Fatmawati putri dari Hassan Din dan Siti Chatidjah merupakan tokoh pahlawan Indonesia wanita asal Bengkulu, yang juga merupakan istri dari Presiden Soekarno.

Fatmawati turut andil dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Fatmawati menjadi penjahit Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan di hari pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Meneladani Pahlawan


Masih banyak para pejuang muslimah selain yang disebutkan di atas yang terus berjuang dalam mempertahankan tanah air serta memperjuangkan hak-hak perempuan.

Untuk itu, maka para generasi muslimah khususnya aktifis perjuangan organisasi muslimah mesti terus meneladani perjuangan para pahlawan dengan mengajak generasi muda untuk memahami nilai-nilai moral dan etika dari pahlawan, seperti integritas, keberanian, dan pengorbanan sehingga terbentuk karakter yang kuat dan positif.

Dengan mengenal sosok pejuang Muslimah menyadarkan kita bahwa muslimah juga bisa membela negara. Untuk itu ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meneladani perjuangan para pahlawan diantaranya:

Pertama, belajar dan mengajarkan ilmu pengetahuan. Belajar merupakan salah satu usaha membebaskan diri dari kebodohan. Belajar sebagai salah satu bentuk perjuangan untuk melepaskan diri dari belenggu keterbelakangan dan ketertinggalan. Belajar dalam konsep agama Islam sama dengan sabilillah sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi Muhamamd saw. sebagai berikut:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَاِلكٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ خَرَجَ فِيْ طَلَبِ اْلعِلْمِ كَانَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ )رواه الترمذى

"Dari Anas bin Malik is berkata, Rasulullah saw. besabda: “Barangsiapa pergi ke luar untuk mencari ilmu, maka ia seperti orang yang dalam perjalanan sabilillah. (HR Tirmidzi)

Berdasarkan hadis di atas belajar merupakan salah satu bentuk jihad sabilillah sehingga menjadi motivasi umat Islam untuk terus meningkatkan pendidikan dan pembelajaran.

Dalam upaya mendukung peningkatan ilmu pengetahuan serta program wajib belajar sebagaimana dicanangkan pemerintah dan bagian dari kewajiban dalam agama Islam, maka peran organisasi Muslimah sangat penting.

Usaha yang dapat dilakukan antara lain turut serta dalam mengingkatkan dan mendorong pengetahuan anggota serta generasi muda untuk belajar dan meningkatkan ilmu pengetahuan sehingga terlepas dari  penjajahan intelektual.

Kedua, menanamkan nilai-nilai keberanian dalam menegakkan keadilan dan kebenaran. Usaha menanamkan nilai-niai tersebut sebagaimana karakter para pejuang merupakan hal penting dalam membangun identitas bangsa mandiri dan berintegritas. Untuk itu keberanian bersuara dan bertindak menghadapi hal-hal yang menyimpang dari kebenaran harus dilakukan meskipun sulit.

Ketiga, berpartisipasi dalam berbagai aktifitas sosial kemanusiaan. Partisipasi aktif ini merupakan salah satu bentuk perjuangan kemanusiaan dalam memberikan solusi bagi mereka yang kesulitan karena bencana. Usaha yang dapat dilakukan antara lain memobilisasi bantuan dana bagi penerima bantuan baik bencana alam maupun bencana kemanusiaan seperti perang.

Keempat, berusaha bekerja sungguh-sungguh dan komitmen membangun bangsa. Setiap anak bangsa dalam berbagai posisi bagi sebagai eksekutif, legislatif, yudikatif, serta anak bangsa lainnya  tak terkecuali Muslimah hendaknya terus berusaha dan bekerja sungguh-sungguh dalam mengisi pembangunan bangsa baik fisik, psikis, maupun spiritual.

Bekerja sungguh-sungguh merupakan bentuk jihad membangun bangsa. Bagi para pemimpin, perjuangan utama mereka adalah menegakkan kebenaran dengan menetapkan peraturan yang sesuai dengan ajaran Islam untuk kemakmuran masyarakat serta menjauhi hal-hal yang dilarang oleh agama.

Para penegak hukum berjihad dengan menetapkan hukum seadil-adilnya dengan berpihak pada kebenaran bukan menetapkan hukum atas titipan atau balas dendam. Keadilan para penegak hukum merupakan bentuk perjuangan mereka, karena hukum yang adil dapat menciptakan masyarakat yang damai.

Sebaliknya, hukum yang dipermainkan akan menciptakan kerusakan di muka bumi. Sementara itu, perjuangan para juru dakwah saat ini dapat dilakukan dengan berbagai cara atau media. Dakwah melalui televisi, radio, media social, media cetak, ceramah oral secara langsung , melalui seni dan berbagai cara lainnya dalam upaya membentuk Masyarakat yang beradab dan merdeka dari perbudakan duniawi.

Langkah Kelima adalah ikut bersama membela bangsa-bangsa yang terjajah. Kemerdekaan merupakan hak setiap bangsa sehingga penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi.

Untuk itu, kita sebagai bangsa yang telah merdeka dari penjajahan perlu mendorong dan membantu negara lain seperti bangsa Palestina agar terlepas dari penjajahan Israel.

Berdasarkan paparan di atas, perjuangan mengisi kemerdekaan merupakan pintu kebaikan menuju keselamatan serta menjauhi kesulitan dalam kehidupan manusia.

Untuk itu, setiap anak bangsa hendaknya terus berusaha dengan seluruh jiwa raga, tenaga, dan harta yang dimiliki untuk mencerdaskan bangsa guna meningkatkan kesejahteraan material dan spiritual sehingga terbebas dari berbagai bentuk penjajahan baik penjajahan ekonomi maupun penjajahan intelektual. Dengan demikian cita-cita para pejuang dapat diwujudkan.[]

*) Dr. Oneng Nurul Bariyah. M.Ag, penulis adalah Presidium Badan Musyawarah Islam Wanita Indonesia (BMIWI) periode 2023-2028

Postingan Terkait

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *